Anggota Koalisi |
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup |
Links |
|
Media |
|
|
Thursday, December 14, 2006
|
Wisudo: "Saya Mencintai Kompas"
|
Rabu, 13 Desember 2006, Pukul: 16:43:14 WIB
"Saya Mencintai Kompas"
"Sampai umur saya 50 tahun saya akan tetap memperjuangkan pencabutan PHK ini,"kata wartawan Kompas yang baru di-PHK tersebut.
Jakarta, Rakyat Merdeka. Bambang Wisudo wartawan Kompas yang baru di-PHK menegaskan sikapnya.
"Saya ini mencintai Kompas, sampai hari ini saya bukan tergolong orang yang membenci Kompas," kata Wisudo dalam testimoni atas kasus PHK yang menimpa dirinya, di kantor LBH Jakarta, Rabu (13/13).
Wisudo menambahkan, meski sudah di-PHK, dirinya masih merasa sebagai orang Kompas. Dia tidak merasa bahwa PHK terhadap dirinya adalah keputusan final, melainkan sebagai sebuah keputusan dari segelintir pimpinan perusahaan yang tidak mengerti nilai-nilai Kompas.
"Bukan institusi Kompas secara keseluruhan yang salah, tetapi segelintir orang saja di dalam manajemen perusahaan. Oleh karena itu, saya harus mengingatkan Pak Jacob Oetama soal itu," kata Wisudo kepada wartawan.
Wisudo menambahkan, Kompas dibawah kendali orang-orang yang salah semakin menjadi institusi yang tidak demokratis. "Setiap hari yang dikembangkan di ruang redaksi adalah rasa ketakutan. Orang mau ngomong (soal hak-haknya) saja harus bisik-bisik," tukasnya.
Hal itu disebabkan karena Kompas sudah kental kepentingan bisnisnya, ketimbang kepentingan mengemban amanat hati nurani rakyat. "Ini berbeda dengan Kompas era 1980-an, dimana bisnisnya jalan, tapi juga pro rakyat," kata anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tersebut.
Wisudo menegaskan, dirinya akan terus memperjuangkan agar keputusan PHK terhadap dirinya dicabut. Tawaran "jalan tengah" atau win-win solutions yang menjadi khas dalam penyelesaian sengketa perburuhan di Kompas, kata Wisudo, akan ditolaknya.
"Sampai umur saya 50 tahun saya akan tetap memperjuangkan pencabutan PHK ini," kata Wisudo. Kamis besok (14/12), wartawan Kompas yang berjam terbang lebih dari 15 tahun itu akan menuliskan kisahnya di situs ini. adi |
posted by KOMPAS @
9:41 PM
|
|
|
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Powered by |
|
|