Anggota Koalisi |
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup |
Links |
|
Media |
|
|
Sunday, April 22, 2007
|
Panik Digugat, Tommy Keluarkan Pemecatan Kedua
|
Jakarta, Kompas Inside. Di luar dugaan, gugatan Bambang Wisudo sebesar 500 milyar terhadap Kompas mendapat sambutan hangat dari rekan-rekannya di harian tersebut.
Ironisnya karena panik digugat, Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo alias Tommy, malah mengeluarkan surat pemecatan ke Bambang Wisudo untuk kedua kalinya.
Dalam dua hari terakhir, Bambang Wisudo memang banyak memperoleh pesan singkat (SMS) berisi komentar atas gugatan tersebut.
"Malah dengan berseloroh, ada sebagian yang 'meminta bagian' bila saya memenangkan gugatan tersebut," aku Bambang saat dihubungi Senin, (23/4/2007) pagi ini.
Wisudo sendiri dengan tegas kembali menyatakan komitmennya untuk mengembalikan 60 persen gugatan ganti rugi itu ke karyawan Kompas. Ia akan menyerahkan dana itu untuk jaminan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia karyawan Kompas beserta anak-anaknya. Sedangkan 40 persen ganti rugi immateriil lainnya, akan dialokasikan Bambang Wisudo untuk pengembangan kapasitas serikat buruh dan lembaga-lembaga advokasi peruburuhan di luar Kompas.
Surat PHK Kedua Sebaliknya, reaksi Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo alias Tommy terkesan murka dan panik dengan gugatan tersebut.
Lucunya, kepanikan itu malah ditunjukkan Tommy dengan mengeluarkan surat pemecatan kedua kalinya ke Bambang Wisudo, Kamis (19/3/2007) pekan lalu.
Tanggal surat itu memang hanya terpaut sehari setelah tim pengacara Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja mendaftarkan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Wisudo, dalam surat yang diserahkan sekretaris Tommy, Agatha Dei, kali ini, Suryopratomo melakukan sedikit koreksi. Ia tidak lagi memerankan dirinya sebagai Pemimpin Redaksi, tapi sebagai Direktur PT Kompas Media Nusantara.
Berbeda dengan surat pemecatan pertama yang masih bersembunyi dibalik kata-kata 'pemberitahuan,' kali ini surat ini diberi judul "Keputusan tentang Penegasan dan Penguatan Kembali Pemutusan Hubungan Kerja Sdr. Paulus Bambang Wisudo, Wartawan Harian Kompas PT Kompas Meda Nusantara."
Nomer Satu Ironisnya, surat keputusan yang ditanda-tangani Tommy itu pun mendapatkan kehormatan angka satu. Yakni No. 01/PHK/Dr/KMN/IV/2007.
Maklum, pemecatan terhadap Bambang Wisudo ini memang istimewa. Pemecatan ini merupakan PHK pertama kali selama 41 tahun perjalanan harian Kompas.
Keluarnya surat PHK sebanyak dua kali ini memang semakin menegaskan adanya itikad buruk manajemen untuk memberangus serikat pekerja (union busting) di harian itu.
Pasalnya, orang bodoh pun tahu Bambang Wisudo dipecat dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas, sebuah serikat pekerja yang sah dan terdaftar di negara.
Lobi Menaker Namun, berbeda dengan surat pemecatan yang diterima Wisudo pada 8 Desember 2006, kali ini Suryopratomo mencoba melegitimasi tindakannya sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam surat PHK edisi 'revisi' itu, Tommy juga mengutip sejumlah Undang-Undang (UU). Antara lain UU KUHPerdata, UU Ketenagakerjaan, dan UU Penyelesaian Hubungan Industrial. Selain itu ia juga mengutip Surat Edaran Menaker tahun 2005 tentang PHK karena alasan mendesak.
Meski demikian, menghadapi desakan yang makin kuat dari luar, Tommy kabarnya telah melakukan lobi pribadi ke Menaker Erman Suparno.
Bahkan kabarnya, secara khusus Tommy meminta desk Opini Kompas agar memuat tulisan Menaker Erman Suparno. Kabarnya lagi, Tommy juga menempuh segala cara agar penyelidikan kasus kriminal yang sedang ditangani pihak kepolisian dihentikan.
Sementara itu, reaksi tim litigasi Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS) justru tenang-tenang saja saat diberitahu ada surat pemecatan Wisudo untuk kedua kalinya itu.
Tim litigasi Komite menilai surat itu hanya mencerminkan kepanikan Tommy dan manajemen Kompas terhadap gugatan tersebut. (tom/E1) |
posted by KOMPAS @
7:28 PM
|
|
|
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Powered by |
|
|