Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Tuesday, April 17, 2007
Kompas Tak Akui Serikat Pekerja


Jakarta, Kompas Inside. Satu lagi bukti pemberangusan serikat pekerja (union busting) yang dilakukan oleh manajemen Kompas, kembali terungkap, Selasa (17/4/2007) petang.

Kali ini aksi pemberangusan itu dilakukan dengan melibatkan sejumlah karyawan yang mencoba memanfaatkan situasi. Mereka kini tengah bersekongkol untuk tidak mengakui keberadaan serikat pekerja maupun pengurus serikat pekerja Kompas yang sah dan diakui negara.

Salah satu aksi mereka adalah dengan memanfaatkan kemelut di kepengurusan Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) akhir-akhir ini. Diam-diam, manajemen Kompas dan sejumlah 'karyawan pilihan' melakukan manuver untuk menggolkan Peraturan Perusahaan (PP) Kompas yang baru, tanpa melibatkan PKK sebagai serikat pekerja yang sah.

Padahal PP tersebut jelas-jelas merugikan karyawan. Salah satu pasal yang kontroversial adalah, bagi karyawan Kompas yang bergaji Rp 3juta ke atas, maka mereka tak akan menerima pesangon saat diberhentikan.

Keruan saja aksi manajemen tersebut mengejutkan karyawan Kompas. Termasuk juga beberapa wartawan yang ikut serta dalam penandatangan 'Seruan Wartawan Kompas.' Mereka merasa telah diperalat segelintir karyawan penjilat untuk memuluskan aturan ngawur tersebut.

Ironisnya, perpanjangan PP itu dilakukan ketika masa kepengurusan PKK belum berakhir. Semula, kepengurusan PKK mestinya berakhir 28 Februari 2007.

Tapi empat hari sebelumnya, yakni pada tanggal 24 Februari, General Manajer Sumber Daya Manusia Kompas Bambang Sukartiono diam-diam mengajukan pengesahan PP Kompas ke Departemen Tenaga Kerja pusat.

Celakanya, rencana tersebut tidak pernah diberitahu apalagi didialogkan oleh Direktorat SDM Kompas ke pengurus PKK.

Padahal, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja, rancangan Peraturan Perusahaan harus dibicarakan dengan serikat pekerja sebelum diajukan pengesahannya pada pemerintah.

Kolom SP Dikosongkan
Dalam dokumen pengesahan PP yang baru itu ke Depnaker, manajemen Kompas malah mengosongkan kolom isian serikat pekerja serta nomor pencatatannya. Sementara manajemen Kompas tahu persis bahwa PKK adalah serikat pekerja resmi yang diakui oleh negara.

Sebaliknya, perusahaan Kompas malah mengundang beberapa wakil karyawan untuk hadir dalam acara sosialisasi ala 'kelompencapir.' Pertemuan itu kemudian dipakai untuk melegitimasi seolah-olah naskah PP itu telah dibicarakan dengan wakil-wakil karyawan.

Dalam bocoran dokumen pendaftaran PP Kompas ke Depnakertrans, terdapat delapan nama 'karyawan pilihan' yang muncul. Yakni Triagung Kristanto, Martinus Rivanto, Widodo Teguh Raharjo, Maria Magdalena, Aghata Modesta, Jannes Endes Wawa, Harjani, dan Wisnuaji.

Manajemen Kompas bahkan tidak segan-segan memanipulasi data yang disampaikan ke Depnaker. Dalam salah satu surat pernyataan tentang hak cuti yang ditandatangani oleh Bambang Sukartiono bahkan disebut bahwa sejumlah wakil-wakil pekerja menyetujui dipilih secara demokratis.

Padahal, jelas tidak mungkin ada demokrasi bila main tunjuk. Ada sejumlah nama karyawan yang dipakai untuk mengesahkan PP tersebut. Lagi-lagi nama Triagung Kristanto, mantan wakil ketua Perkumpulan Karyawan Kompas yang saat ini menjadi jurubicara manajemen Kompas, berada di urutan teratas.

Berikutnya ada nama Lucia Sinta, Aria Magdalena, Arbain Rambey, Jannes Endes Wawa, dan T Suardji.

Kompas Tak Akui PKK
Anehnya, Depnaker tidak menyelidiki prosedur pengajuan peraturan perusahaan yang tidak prosedural itu.

Pada 5 Maret, Peraturan Perusahaan Kompas itu disahkan oleh Depnaker. Tentu saja pengesahan ini disambut suka cita oleh manajemen Kompas yang sebelumnya mendapat teguran dari Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta karena tidak memiliki peraturan perusahaan sejak 2004.

Karena tahu belakangan, pengurus PKK mengaku terkejut. Pengurus PKK sendiri langsung melayangkan surat protes keras ke Depnakertrans.

Baru sebulan kemudian, pekan pertama bulan April, pengurus Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) dipanggil Depnakertrans untuk mengklarifikasi surat protes mereka terhadap pengajuan pengesahan PP tanpa melibatkan mereka sebagai serikat pekerja yang sah.

Dalam pertemuan dengan Kepala Seksi Perjanjian Kerja Bersama John Daniel Saragih dan Kepala Seksi Peraturan Perusahaan Sayono, terungkap bahwa manajemen Kompas memang tidak mengakui keberadaan PKK sebagai serikat pekerja.

Manajemen Kompas pada waktu itu diwakili oleh Frans Lakaseru, Agung Yuwono, dan Untung Herminanto. Hanya Untung yang bicara dalam pertemuan itu.

Untung sempat menyodorkan surat tanda terima draft peraturan perusahaan oleh Ketua Pengurus Perkumpulan Karyawan Kompas Syahnan Rangkuti pada tahun 2005. Padahal pembicaraan pada tahun itu terputus, setelah tidak satupun dari sekitar 40 butir masukan dari pengurus PKK diterima oleh manajemen. Ternyata draft yang diajukan ke Depnaker setahun tahun kemudian merupakan draft berbeda.

Dalam pertemuan itu, Untung mencoba dalih lain. Ia ngotot bahwa kepengurusan PKK telah berakhir. Padahal kepengurusan PKK sejatinya baru berakhir pada 28 Februari, sementara pendaftaran dilakukan GM SDM tanggal 24 Februari, empat hari sebelum kepengurusan PKK resmi berakhir.

Patah dengan argumen itu, Untung mengatakan Perkumpulan Karyawan Kompas bukan serikat pekerja resmi. Argumen Untung lagi-lagi patah setelah pengurus menunjukkan dokumen pencatatan serikat pekerja dari Kandep Tenaga Kerja dengan nomer 140/I/P/XI/2001.

Masih ngotot lagi, Untung mengatakan perusahaan tidak pernah diberitahu soal pendaftaran itu. Padahal pengurus PKK sudah menyampaikan pemberitahuan soal pendaftaran tersebut tahun 2001.

Perdebatan panas dalam pertemuan itu sampai-sampai membuat petugas Depnakertrans berkali-kali menanyakan apakah hubungan karyawan, serikat pekerja dan manajemen di Kompas tidak harmonis lagi. Akhirnya, Sayono menyarankan agar PP Kompas itu dibicarakan lagi secara internal.

Tak Libatkan Pengurus PKK
Akan tetapi saran Depnaker tetap tak dijalankan manajemen. Niat baik manajemen Kompas terhadap pengurus PKK memang sudah tidak ada lagi.

Pada hari Sabtu dan Minggu 14-15 April lalu, Wakil Pemimpin Umum Kompas St Sularto dan GM SDMU Bambang Sukartiono menginapkan sejumlah "karyawan pilihan" di Hotel Santika. Tidak satupun pengurus serikat pekerja Perkumpulan Karyawan Kompas diberitahu atau diundang.

Alasan manajemen, kepengurusan PKK sudah berakhir. Padahal pengurus PKK sudah memperpanjang pengurusan sampai bulan Agustus 2007. Malah, perpanjangan ini sudah diberitahu ke seluruh karyawan, termasuk instansi terkait.

Seperti pernah diberitakan, perpanjangan kepengurusan PKK karena adanya situasi darurat yang dihadapi pengurus. Utamanya setelah Ketua dan Sekretarisnya dimutasi. Terlebih lagi disusul penyanderaan dan pemecatan terhadap Bambang Wisudo selaku Sekretaris PKK.

Pengurus Perkumpulan Karyawan Kompas belum bersikap terhadap aksi anti-serikat dalam kaitan peraturan perusahaan terakhir ini.

Namun, aksi main tunjuk 'karyawan pilihan' memang sudah biasa dilakukan dalam institusi Kelompok Kompas-Gramedia. Baik dalam kepengurus koperasi maupun Yayasan Kompas Sejahtera yang dulu mengelola saham karyawan Kompas.

Aksi main tunjuk itu pula yang membuat penghilangan saham karyawan selama bertahun-tahun bisa berlangsung mulus tanpa perlawanan berarti. (tra/E6)
posted by KOMPAS @ 4:47 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <