Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Tuesday, January 9, 2007
Intimidasi dan Teror Warnai Aksi Spanduk
Jakarta, Kompas Inside. Aksi spanduk bertema ‘anti pemberangusan serikat pekerja Kompas’ untuk memecahan rekor Musium Rekor Indonesia (MURI) ternyata membuat gerah. Akibatnya intimidasi dan teror datang silih berganti.

Aksi ini sendiri digagas Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS) sebagai bentuk solidaritas terhadap Bambang Wisudo. Sekteraris Perkumpulan Karyawan Kompas ini mengalami kekerasan sebelum dipecat karena aktivitasnya mengutak-atik saham kolektif 20 persen milik karyawan harian terbesar di Indonesia tersebut.

Untuk itu, surat pemberitahuan ke polisi melalui Polda Metro Jaya tentang aksi spanduk itu sudah dilayangkan Komite. Aksi spanduk ini sendiri akan berlangsung mulai hari Senin (8/1/2007) hingga Jumat (12/1/2007) sejak pukul 10.00-17.00 WIB, setiap harinya.

Pada hari pertama dan kedua, aksi berjalan lancar. Pihak kepolisian maupun keamanan Hotel Indonesia, bisa mengerti tentang aksi spanduk itu setelah ditunjukkan surat pemberitahuan ke pihak kepolisian. Pada hari pertama dan kedua, beberapa mata-mata yang diduga berasal dari Harian Kompas datang untuk mengambil gambar lewat foto HP maupun handycam.

Namun pada hari ketiga, Rabu (10/1/2007), persoalan datang bukan dari aparat kepolisian. Melainkan justru dari aparat Keamanan dan Ketertiban (Tramtib). Pada pukul 10.00 WIB, beberapa petugas dari Kecamatan sempat melarang untuk melanjutkan aksi.

Tapi setelah berdebat bahwa yang berhak melarang bukan Tramtib melainkan kepolisian, mereka pamit setelah diberi surat pemberitahuan ke polisi.

Tak lama berselang, giliran Tramtib dari Pemprov DKI Jakarta yang datang. Maka, terjadi lagi adu argumen antara Kordinator Lapangan aksi Odie Hudiyanto dengan komandan Tramtib yang mengaku hanya menjalankan perintah atasan. Setelah berdebat, mereka meminta agar Komite memfaks surat ijin ke kantor Tramtib dengan nomer 915638. Tapi saat difaks, nomer tersebut tak bisa menerima.

Menurut Odie, bisa jadi ada pihak yang merasa dirugikan telah mencoba membungkam aksi yang mewartakan ke publik tentang apa yang terjadi di harian Kompas.

"Saya pikir, ini bukan murni datang dari inisiatif Tramtib. Tapi karena ada pihak-pihak yang merasa harus membungkam aksi ini. Lewat polisi, mereka tidak bisa intervensi. Lalu kemudian mencoba menggunakan Tramtib," ujar Odie yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) ini. (bon/E1)
posted by KOMPAS @ 10:45 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <