Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Friday, February 23, 2007
Kompas Tak Hadiri Bipartit Mutasi
Jakarta, Kompas Inside. Manajemen Kompas beserta kuasa hukumnya, hari ini tidak hadir dalam undangan bipartit klarifikasi mengenai surat mutasi Bambang Wisudo. Padahal, sudah dua kali kuasa hukum Kompas diundang untuk dimintai klarifikasi.

Ketidakhadiran itu disampaikan oleh Sholeh Ali, Kordinator Tim Litigasi Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS), Jumat (23/2/2007).

"Sebagai itikad baik, kami sudah dua kali mengundang manajemen Kompas untuk meminta klarifikasi atas surat mutasi yang diterima Bambang Wisudo. Sebab, persoalan pokok klien kami bukan PHK, tetapi berawal dari surat mutasi," ujar Ali.

Menurut Ali, undangan pertama sudah dilayangkan tanggal 4 Februari lalu untuk bertemu tanggal 16 Februari 2006. Tapi saat itu kuasa hukum Kompas menjawab tidak perlu lagi ada pertemuan bipartit mengenai mutasi. Alasannya, mutasi merupakan persoalan biasa.

Lalu dilayangkan surat undangan kedua untuk bertemu di kantor LBH Pers, hari ini pukul 14.00 WIB. Namun setelah ditunggu satu jam lebih, tidak ada seorang kuasa hukum yang datang.

“Ketidakhadiran ini menunjukkan, tidak ada itikad baik dari manajemen Kompas untuk menjelaskan maksud mutasi yang kami tanyakan. Dan tidak menjelaskan, apakah mutasi ini ada kaitannya dengan kegiatan Bambang Wisudo sebagai Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas,” lanjut Ali.

Menurut Ali, tim litigasi Komite berpendapat bahwa persoalan pokok pemberangusan serikat pekerja di harian Kompas berawal dari mutasi. Sebab, Surat Keputusan (SK) No 269/Penpen/SK/XI/2006 ini mengandung beberapa kejanggalan.

Kejanggalan pertama, mutasi keluar tak sampai dua bulan setelah perundingan tentang saham antara pengurus serikat pekerja dan manajemen Kompas yang penuh intrik dan intimidasi, berakhir.

Dalam SK mutasi itu dua pengurus inti Perkumpulan Karyawan Kompas, Syahnan Rangkuti sebagai Ketua dan Bambang Wisudo sebagai Sekretaris dibuang ke daerah. Satu ke Padang dan satu lagi ke Ambon.

Kejanggalan kedua, surat mutasi itu menegaskan mutasi berlaku sejak 1 Desember 2006. Padahal masa kepengurusan serikat pekerja Perkumpulan Karyawan Kompas berakhir bulan Februari 2007, sebelum belakangan diperpanjang hingga bulan Agustus 2007.

Ketika Bambang Wisudo menyatakan menolak mutasi dan mewartakan sikapnya dengan cara membagikan surat pribadinya ke Jakob Oetama pada karyawan Kompas, dia pun dibekuk, diseret paksa, dan disandera selama dua jam oleh satuan pengaman yang mengaku mendapat perintah pimpinan Kompas. Setelah disandera, ia menerima surat pemecatan dari Pemimpin Redaksi Suryopratomo.

“Maka, jelas persoalan Bambang Wisudo berawal dari mutasi. Inilah yang kami ingin klarifikasi,” ujarnya.

Ketidakhadiran manajemen Kompas hari ini, ujar Ali, menunjukkan bahwa indikasi pemberangusan serikat pekerja Kompas memang semakin kuat.

Pasalnya, dalam UU No 21/2000 sudah ditegaskan, seorang pengurus serikat pekerja dilarang untuk dihalang-halangi aktivitasnya. Apalagi sampai dibekuk, diseret paksa sebelum disandera oleh satpam karena melakukan aktivitasnya sebagai pengurus serikat pekerja.

UU No 21/2000 juga menyatakan, aktivis pekerja juga tidak boleh dimutasi. Apalagi bila mutasi itu dilakukan saat masa kepengurusannya belum selesai.

UU 21/2000 juga melarang seorang aktivis pekerja dipecat. Sedangkan sejak tangga 8 Desember 2006, praktis Bambang Wisudo dipecat. Namanya dihapus dari boks redaksi, aksesnya ke milis karyawan juga dicabut.

"Dengan ketiga indikasi ini, maka kami yakin telah terjadi pemberangusan serikat pekerja di harian Kompas," tegas Ali. (umr/E5)
posted by KOMPAS @ 12:33 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <