Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Monday, February 11, 2008
Pemred Kompas Suryopratomo Mendadak Dicopot
(Sepekan setelah film perjuangan Bambang Wisudo diluncurkan ke Youtube, terdengar kabar Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo alias Tommy mendadak dicopot dari jabatannya. Tidak pernah sebelumnya terdengar kabar bahwa Tommy akan diganti. Bahkan kabarnya jabatan Tommy baru berakhir setelah pemilu 2009 selesai. Pergantian ini sendiri terasa mengejutkan. Banyak awak redaksi Kompas tak tahu undangan rapat tanggal 11 Februari 2008, Senin siang, bertujuan melengserkan otak penandatangan surat pemecatan Bambang Wisudo ini. Berikut sejumlah media yang memuat pencopotan Tommy tersebut)


Kompas: Dari Tomi ke Bambang

Ditulis pada Februari 11, 2008

Senin (11 Februari 2008) manajemen harian Kompas dikabarkan mengganti secara mendadak jajaran puncak redaksinya. Suryopratomo yang menjabat Pemimpin Redaksi Kompas diganti dengan Bambang Sukartiono, wartawan senior Kompas. Kabarnya Bambang sudah lama dipromosikan untuk menjadi Pemimpin Redaksi Kompas ketika Bambang Harimurti menjabat Pemimpin Redaksi Tempo tapi tak jadi. Loh apa hubungannya?

Oleh Rusdi Mathari

SEBUAH pesan pendek dari seorang sekretaris redaksi media di Jakarta masuk ke ponsel saya menjelang magrib, Senin (8 Februari 2008). Isinya menyebutkan bahwa Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo yang akrab dipanggil Tomi diganti oleh Bambang SK. Saya tak terkejut karena sekitar dua jam sebelumnya kabar pergantian petinggi koran Kompas itu sudah saya dengar dari seorang wartawan Tempo. Dalam pikiran saya, pergantian pimpinan sebuah lembaga termasuk Kompas adalah sesuatu yang biasa dan lumrah.

Saya mulai menjadi “terusik” dengan pergantian bos Kompas itu ketika seorang wartawan senior yang bertemu saya di sebuah kantor di Menteng, Jakarta Pusat, bercerita bahwa pergantian itu dilakukan mendadak. Penyebabnya adalah akumulasi persoalan di Kompas semasa dipimpin oleh Tomi; Mulai dari soal PHK terhadap Bambang Wisudo, tulisan obituari Soeharto di Kompas yang ditulis oleh Jacob Oetama hingga isu Tomi yang “dekat” dengan Sukanto Tanoto, bos Raja Garuda Mas. Saya tak tahu soal yang dua terakhir kecuali soal pemecatan Bambang Wisudo, karena setelah di-PHK, saya bertemu berapa kali dengannya di kantor AJI Jakarta di Pancoran, Jakarta.

Wisudo adalah wartawan Kompas yang diberhentikan pada 9 Desember 2006 karena dianggap menimbulkan keresahan karyawan dengan memutarbalikkan fakta (lihat “Perjuangkan Hak, Karyawan Kompas Akhirnya Dipecat,” detikcom, 8 Desember 2006). Namun oleh Wisudo pemecatan itu dinilai berhubungan dengan aktivitasnya di Perkumpulan Karyawan Kompas atau PKK.

Ketika pengurus PKK dan jajaran pemimpin Kompas bertemu, Wisudo yang menjabat Sekretaris PKK antara lain mempertanyakan soal 20 persen saham karyawan seperti yang tercantum dalam UU Pers yang belum direvisi. Dikabarkan, perundingan itu tak membuahkan kesepakatan selain hanya soal pembagian 20 persen dividen yang dikantongi oleh Kompas. Gugatan Wisudo seperti itulah yang lantas membuat gerah pimpinan Kompas. Wisudo lalu diberikan surat tugas penempatan sebagai wartawan di Ambon tapi ditolak oleh yang bersangkutan dan akhirnya berbuah pemecatan itu (lihat “Wartawan Kompas Ditahan Satpam,” detikcom, 8 Desember 2006).

Tomi sebagai Pemimpin Redaksi Kompas disebut-sebut adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pemecatan tersebut. Namun kepada detikcom, Tomi mengatakan bahwa pemecatan atas Wisudo adalah hubungan kekaryawanan biasa yang terkait dengan indisipliner. Pemecatan atas Wisudo lalu menjadi pembicaraan ramai di kalangan wartawan karena Wisudo memang tidak menerima pemecatan itu dan terus berusaha mendapatkan hak-haknya kembali sebagai karyawan dan wartawan Kompas. Didukung AJI dan beberapa organisasi guru, Wisudo beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa antara lain di rumah Jacoeb Otama, bos besar Kelompok Kompas Gramedia. Akhir Januari lalu, Wisudo meluncurkan video perjuangannya yang lalu disebarkan melalui situs YouTube.

Dari beberapa informasi, Jacoeb Otama konon bersedia berdamai dengan Wisudo tapi sebaliknya dengan Tomi dan beberapa wartawan Kompas yang lain yang katanya lebih memilih keluar dari Kompas daripada harus berdamai dengan Wisudo. Kasus Wisudo saat ini masih terus berlanjut di pengadilan perburuhan. Benarkah hanya soal kasus PHK Wisudo, Tomi akhirnya diganti? Nanti dulu.

Wartawan senior itu lalu menunjukkan SMS di ponselnya, isinya: Raja Garuda Mas. Foto Tomi dan Sukanto Tanoto. Saya tanya, “Apa ini?” “Ini jawaban dari pertanyaan saya mengapa Tomi diganti?” kata dia. Saya mencoba mengerti dan mencari hubungan antara foto Tomi dengan Sukanto Tanoto jika itu memang benar ada dengan pemberhentiannya sebagai Pemimpin Redaksi Kompas tapi tak menemukan jawabannya. Ketika menelusuri di google, saya juga tak menemukan jawaban soal foto ataupun artikel tentang Tomi dan Sukanto Tanoto itu.

Satu hal yang menarik dari pergantian itu adalah sosok Bambang SK, pengganti Tomi. Dia adalah wartawan senior Kompas yang pernah membidangi desk ekonomi, dipindahtugaskan ke TV7 (sekarang bernama Trans7), dan terakhir menjabat sebagai Direktur PSDM Kompas. Bambang pula yang mengonsep SK PHK terhadap Wisudo pada 9 Desember 2006.

“Bambang ini sebenarnya sudah dipromosikan menjadi Pemred Kompas sejak lama ketika Bambang Harimurti menjabat Pemimpin Redaksi Tempo tapi tak jadi,” kata seorang wartawan yang lain. Ketika saya tanya kenapa, dia menjawab, “Sesama Bambang dilarang mendahului,” kata dia.

Sebagai koran terbesar dan berpengaruh di Indonesia, apa yang terjadi di Kompas pada Senin (11 Februari 2008) memang terlalu menarik untuk dilewatkan dan tidak diketahui oleh para pembacanya. Andai benar telah terjadi pergantian pimpinan itu, Kompas karena itu patut menjelaskan kepada khalayak pembacanya bahwa pergantian itu sebenarnya sebagai sesuatu yang biasa saja dan lazim terjadi di sebuah perusahaan dan bukan sesuatu yang luar biasa apalagi sekadar karena sesama “pemimpin redaksi” dilarang mendahului.


****


'Kompas' daily replaces its editor in chief


Replacement of Suryopratomo follows Kompas' internal policy, which limits chief editors to two four-year terms

The Jakarta Post
Tuesday, February 12, 2008

By Adianto P. Simamora

Jakarta --- The country's leading daily newspaper Kompas has appointed deputy chief editor Bambang Sukartiono its new editor in chief, replacing Suryopratomo, who had been at helm for eight years.

Kompas' public relations general manager Nugroho F. Yudho said Monday the change of guard was approved during a meeting of the daily's board of directors last week.

The reshuffle will come into effect Tuesday.

As part of the reshuffle, Kompas directors named Taufik H. Mihardja one of Bambang's three deputies, in addition to existing deputies Rikard Bagun and Trias Kuncahyono.

Taufik is currently the daily's managing editor.

Suryopratomo, better known as Tommy, is set to continue his career at the daily as director of communication affairs and one of Kompas deputy CEOs.

"The replacement was made as Tommy's term as the chief editor has ended," Nugroho told The Jakarta Post.

"The replacement is in line with Kompas' internal policy."

Nugroho said Kompas had limited the service of its chief editor to two four-year terms.

Tommy joined Kompas daily in February 1987, after obtaining a Masters degree from the Bogor Agriculture of Institute in 1986.

He replaced Kompas co-founder Jakob Oetama in January 2000, marking a regeneration in the daily.

During Tommy's tenure, Kompas redesigned its format. The newspaper narrowed its page, restructured its contents in an attempt to win more young readers, introduced a separate classified section and implemented computer-to-plate technology.

Kompas has since January this year started to publish a daily afternoon issue.

Nugroho said Tommy would be at the Kompas' corporate unit.

Bambang was also the news director of the TV7 television channel before the Kompas-controlled station was acquired by the TransTV.

TransTV bought in 2006 a controlling 49 percent stake in TV7, which is now called Trans7.

Kompas was first published in June 1965 and has a daily circulation of more than 500,000 copies on weekdays and some 620,000 copies on weekends.

Date Posted: 2/12/2008

Labels: , , , , ,

posted by KOMPAS @ 8:11 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <