Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Sunday, September 23, 2007
Sikap Komite soal Penawaran Damai Hakim PHI
Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)
Sekretariat: Jl Prof Dr Soepomo, Komplek BIER No 1A, Menteng Dalam, Jakarta
CP: 081585160177 (Sholeh Ali), 08155517333 (Winuranto Adhi),
0811932683 (Bambang Wisudo)
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- ---------
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, Aliansi Buruh Menggugat (ABM), LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, PPR, Somasi-Unas, Arus Pelangi, IKOHI, Kontras, STN, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praxis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Sanggar Ciliwung, FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
---------------------------------------------------------------------------------

Pernyataan Sikap:
Usut Hakim PHI "Penghubung"
PT Kompas Media Nusantara


Integritas dan profesionalitas hakim di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) DKI Jakarta, patut dipertanyakan. Seorang hakim ad hoc di pengadilan ini, Senin, 10 September lalu tiba-tiba menelepon Sholeh Ali SH, Koordinator Litigasi Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS). Kepada Ali, hakim tersebut menyampaikan tawaran dari manajemen Kompas agar Bambang Wisudo—jurnalis harian Kompas yang dipecat karena aktivitasnya di serikat pekerja—tidak mengajukan kasasi atas putusan majelis hakim PHI DKI yang telah memenangkan gugatan PT Kompas Media Nusantara. Sebagai kompensasinya, menurut hakim tersebut, manajemen Kompas akan memberikan dua kali nilai pesangon dari putusan majelis PHI, atau total sekitar Rp 335 juta, kepada Bambang Wisudo.

Keesokan harinya, Selasa, 12 September, atas permintaan Bambang Wisudo dan Winuranto Adhi, Ali mencoba menanyakan kembali maksud sebenarnya dari pesan hakim itu. Terkonfirmasi, hakim mengulangi tawaran dari manajemen Kompas tersebut. Jumat, 14 September, sang hakim kembali menelepon Ali yang saat itu sedang berada di Semarang, untuk menanyakan tentang keputusan Bambang Wisudo.

Sikap hakim ini jelas mengejutkan. Di tengah sorotan atas lemahnya independensi lembaga peradilan, justru muncul sikap yang tidak etis dari aparat penegak hukumnya sendiri. Atas dasar moral hukum apa hakim ini bisa menjadi "penyambung" manajemen Kompas?

Jika yang menjadi pertimbangan hakim tersebut adalah dua kali nilai pesangon yang akan diterima Wisudo, sungguh, perjuangan serikat buruh di negeri ini masih harus meretas jalan panjang nan terjal. Serikat buruh tidak hanya berhadapan dengan manajemen perusahaan yang antiunion, tapi juga dihadapkan pada mentalitas aparat penegak hukum yang masih berpikir ekonomis dan pragmatis. Padahal, perjuangan serikat buruh adalah perjuangan berbasis politik. Perjuangan menegakkan martabat kelas pekerja di hadapan pemilik modal. Dan itulah yang dilakukan Wisudo. Ia menolak mutasi sepihak terhadap para pengurus Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) yang telah berhasil memaksa manajemen PT Kompas untuk memberikan deviden saham kepada karyawan.

Di luar itu, yang paling membahayakan adalah jika terjadi perselingkuhan antara aparat penegak hukum dengan kaum pemodal. Bila ini yang terjadi, dapat dipastikan, pengadilan hanya akan menjadi pintu gerbang kematian bagi pencari keadilan. Tentunya hal semacam ini harus dilawan bersama-sama.

Berdasarkan Pedoman dan Etika Perilaku Hakim yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial, setidaknya ada 11 prinsip yang harus dimiliki oleh seorang hakim. Prinsip itu antara lain: adil, menjunjung tinggi kesetaraan di hadapan hukum, jujur, arif dan bijaksana, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berintegritas tinggi, berdisiplin tinggi, rendah hati, mandiri, dan profesional.

Karena itulah, kami yang tergabung dalam Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (Kompas), meminta Komisi Yudisial yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan demi menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, untuk mengusut secara tuntas masalah ini.


Bersatu, Lawan Pemberangusan Serikat Pekerja!


Jakarta, 21 September 2007


Winuranto Adhi
Koordinator


Baca juga:

Ada Apa Dibalik Pengadilan Kompas?

Pernyataan Sikap FSP soal Putusan PHI

Gugatan Wartawan Kompas Kalah di PHI

Disnaker Peringatkan Union Busting Kompas

Komisi IX DPR Desak Kompas Pekerjakan Bambang Wisudo

Disnaker Anjurkan Kompas Pekerjakan Bambang Wisudo

Isi Putusan Disnaker DKI soal Permohonan PHK Suryopratomo

Kompas: Amanat Hati Nurani Karyawan?
posted by KOMPAS @ 10:59 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <