Anggota Koalisi |
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup |
Links |
|
Media |
|
|
Tuesday, September 25, 2007
|
Bambang Wisudo Adukan Hakim PHI ke KY
|
www.hukumonline.com [24/9/07]
"Saya hanya berniat baik, saya tidak menerima imbalan apapun."
Jika kita punya niat baik, belum tentu bakal berbuah manis seperti yang diharapkan. Nampaknya tamsil itulah yang bisa dipetik oleh Tri Endro Budianto. Lantaran 'inisiatifnya' mendamaikan dua kubu yang tengah berperkara inilah, dia diadukan salah satu pihak ke Komisi Yudisial (KY). Loh kok bisa? Begini ceritanya. Ini masih kisah tentang pemecatan wartawan Harian Kompas, Bambang Wisudo. Kasus ini sudah bergulir ke meja Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta (PHI). Per 30 Agustus lalu, PHI memenangkan Kompas yang mem-PHK Bambang. Kala itu, majelis hakim dilakoni oleh Heru Pramono (ketua), Anton Sumartono, dan Saut Manalu (anggota). Seusai ketuk palu, selama 14 hari, kedua pihak beroleh kesempatan menimbang; apakah menerima putusan tersebut, atau kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Rupanya, dalam 'masa tenang' tersebut, Tri Endro, salah satu hakim PHI dari unsur serikat pekerja, mengontak kuasa hukum Bambang, Sholeh Ali. "Dia mengaku dihubungi seorang dari manajemen Kompas yang juga temannya," tutur Sholeh yang dari Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) dari sambungan telepon, Senin (24/9). Sholeh mengaku tiga kali berhubungan dengan Tri Endro. Senin (10/9) lalu, Tri Endro bercakap dengan Sholeh lewat saluran telepon. Intinya, Tri Endro menyampaikan pesan dari manajemen Kompas, supaya Bambang tak perlu mengajukan kasasi. Masalah cukup diselesaikan secara kekeluargaan. Esok harinya (11/9), giliran Sholeh yang menghubungi Tri Endro untuk mengklarifikasi maksud tersebut. Kamis (13/9), kembali Tri Endro menelepon Sholeh. Pembicaraan masih pada hal yang sama. "Saya hanya berniat baik, saya tidak menerima imbalan apapun," aku Tri Endro kepada hukumonline, via saluran telepon seluler (24/9). Tri Endro emoh dituding merecoki proses hukum. "Saya tidak mengintervensi. Saya mengontak Pak Sholeh Ali setelah adanya putusan PHI," tuturnya. Menurut Tri Endro, semuanya demi kebaikan dua belah pihak. "Saya hanya ingin mendamaikan. Lagipula jalan ke MA (kasasi) butuh waktu berapa lama lagi?" timpalnya. Tidak memaksa Tri Endro menegaskan, dari sejumlah hubungan telepon tersebut, tak ada satu pun unsur paksaan kepada pihak Bambang untuk menerima tawarannya. "Semua kembali kepada Pak Bambang. Kalau mau lanjut mencari keadilan ke MA, yah silakan." Dalam percakapan tersebut Sholeh pun tak merasa dalam keadaan dipaksa. "Kalau memaksa sih enggak. Tapi ini tetaplah menjadi hal yang aneh. Seorang hakim seolah-olah mewakili salah satu pihak untuk mendamaikan. Kalau dia kuasa hukum Kompas masih wajar," sambung Sholeh. Meski tidak ada paksaan, tetap saja Bambang kurang terima. Mengadulah Bambang ke KY, Jumat silam (21/9). Bambang saat itu didampingi oleh beberapa aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI), advokat publik LBH Jakarta Resta Hutabarat, serta kuasa hukum Johnson Panjaitan dari PBHI dan Endar Sumarsono dari LBH Pers. Rombongan Bambang diterima oleh Ketua KY Busyro Muqoddas dan Anggota KY Koordinator Bidang Pelayanan Masyarakat Zainal Arifin. Johnson menengarai adanya pelanggaran atas perilaku Tri Endro itu. "Ini adalah tindakan hakim yang menjadi broker atau kurir. Tentu tidak ada yang gratis," tandasnya. Kecurigaan senada juga dilontarkan Resta. Dalam laporan tertulisnya kepada KY, Bambang mengaku dalam hubungan telepon Tri Endro-Sholeh tersebut, Kompas menawari kompensasi materiil dua kali lipat dari apa yang diputuskan PHI. Majelis hakim waktu itu memutuskan satu kali pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak dengan total Rp167.408.150 untuk Bambang. KY bakal menangani aduan ini. "Laporan yang kami terima ini akan kami telaah lebih lanjut. Menyelidiki seorang hakim tidak sulit kok. Tanyakan saja satu per satu, mulai dari panitera hingga koleganya sesama hakim. Pasti semua tahu mana hakim yang baik mana yang buruk," timpal Zainal yang pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bukittinggi ini. Busyro menjamin KY sangat serius menyorot tingkah laku hakim. "Kami punya jaringan di 30 provinsi. Kami selalu menginvestigasi perilaku hakim serta meneliti putusan-putusan para hakim," ungkapnya. Bambang menegaskan, meski ditawari damai, dia tetap melangkah ke MA. "Memori kasasi kami ajukan ke MA melalui PHI DKI Jakarta pada 19 September. Anehnya, sore itu juga tim legal Kompas Saudara Deni mengontak kami agar mencabut kasasi. Kami menanyakan dari mana Deni tahu bahwa hari itu kami mengajukan kasasi, dia tidak mau menjawab," tuturnya. Sebelumnya, 6 September, Bambang sudah mengajukan permohonan kasasinya. Kompas menampik Sementara itu, kuasa hukum Kompas Untung Herminanto menolak jika pihaknya meminta jasa Tri Endro. "Saya tidak kenal beliau secara pribadi. Pak Tri Endro sendiri bukan anggota majelis kasus Bambang. Kami tak pernah memintanya, apalagi itu sudah keluar dari etika," tuturnya dari balik telepon (24/9). Untung menjelaskan, mekanisme 'kekeluargaan' memang corak warna Kelompok Kompas Gramedia (KKG). "Kami menganggap karyawan adalah anak sendiri. Jalur hukum adalah upaya terakhir. Meski demikian, akan tetap kita layani jika pihak Bambang meneruskan ke kasasi MA." Untung menambahkan, kalaupun mengusahakan jembatan damai, dia bakal mengontak langsung kubu lawan. "Lebih baik saya menemui langsung kuasa hukum Bambang atau dia sendiri. Tak perlu perantara seorang hakim," tukasnya. (Ycb)
Baca juga:
Ada Apa Dibalik Pengadilan Kompas?
Pernyataan Sikap FSP soal Putusan PHI
Gugatan Wartawan Kompas Kalah di PHI
Disnaker Peringatkan Union Busting Kompas
Komisi IX DPR Desak Kompas Pekerjakan Bambang Wisudo
Disnaker Anjurkan Kompas Pekerjakan Bambang Wisudo
Isi Putusan Disnaker DKI soal Permohonan PHK Suryopratomo
Kompas: Amanat Hati Nurani Karyawan? |
posted by KOMPAS @
2:39 AM
|
|
|
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Powered by |
|
|