Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Buruh Menggugat/ABM (KASBI, SBSI 1992, SPOI, SBTPI, FNPBI, PPMI, PPMI 98, SBMSK, FSBMI, FSBI, SBMI, SPMI, FSPEK, SP PAR REF, FKBL Lampung, SSPA NTB, KB FAN Solo, AJI Jakarta, SBJ, FKSBT, FPBC, FBS Surabaya, PC KEP SPSI Karawang, GASPERMINDO, ALBUM Magelang, FKB Andalas), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, LBH Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, IKOHI, KONTRAS, PPR, Somasi-Unas, SPR, Arus Pelangi, GMS, LPM Kabar, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Praksis, Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ), FMKJ, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), FSPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Repdem Jakarta, SPN, OPSI, SP LIATA, SPTN Blue Bird Grup
Links
Media
Wednesday, January 17, 2007
Pimpinan Kompas Suruh Tramtib Lindas Aksi Spanduk
Jakarta, Kompas Inside. Aksi gelar spanduk 120 meter yang mengecam pemecatan sepihak Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas Bambang Wisudo, lagi-lagi diganggu aparat Tramtib DKI. Pimpinan Tramtib mengaku mereka mendapat perintah untuk melindas aksi tersebut dari pimpinan harian Kompas.

Aksi itu semula berjalan mulus sejak pukul 10.20 WIB, Rabu (17/1/2007). Spanduk tersebut dipasang di Jalan Gelora, seberang Gedung Harian Kompas di Jalan Palmerah Selatan No 22, Jakarta Pusat. Beberapa delegasi dari Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS), terlihat bergantian berjaga di halte Kompas.

Delegasi Komite yang hadir antara lain datang dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pendidikan, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Tapi sekitar pukul 13.30 WIB, dari arah belakang DPR RI, turun puluhan petugas Tramtib Kecamatan Tanah Abang. Beberapa di antara mereka sudah berbekal pisau. Agaknya mereka tengah bersiap merobek-robek spanduk Komite yang bertujuan untuk memecahkan rekor Musium Rekor Indonesia (Muri) sebagai spanduk anti pemberangusan serikat pekerja terpanjang dan terlama yang pernah dipasang.

Untunglah beberapa aktivis yang bertugas berjaga di Halte Kompas awas. Mereka pun segera menghentikan tindakan brutal Tramtib tersebut. Saat ditegur aktivis Komite, komandan lapangan dengan inisial E. Iskandar di dada kanan, mengatakan ia mendapat perintah untuk menurunkan spanduk Komite.

"Kami mendapat perintah dari Camat Tanah Abang," ujarnya seraya menyebut nama pimpinannya Camat Idris Priyatna. Tapi setelah berdebat dengan anggota Komite serta pengacara LBH Pendidikan, Laksono, bahwa kewenangan untuk membubarkan aksi spanduk ada di polisi, dan Tramtib tak punya kewenangan, akhirnya E. Iskandar menelepon Camat Tanah Abang, Idris Priyatna.

Ia pun akhirnya menarik pulang anak buahnya setelah melihat surat pemberitahuan Komite ke Polda Metro Jaya atas aksi spanduk tersebut. Anak buahnya yang sudah siap-siap memotong spanduk anti pemberangusan serikat pekerja terpanjang itu, akhirnya memasukkan kembali pisau komando mereka.

Setelah Tramtib Kecamatan Tanah Abang mundur, anggota Komite kembali ke Halte Kompas. Tapi ketenangan itu rupanya tak berlangsung lama.Menjelang penurunan spanduk oleh Komite pada pukul 17.00 WIB terjadi lagi insiden baru.

Pada pukul 16.40 WIB, sekitar 40 anggota Tramtib kembali datang. Mereka datang bersama pimpinannya Sonar Sinurat dan Sofyan Hasan. Sofyan Hasan mendesak Komite untuk menurunkan spanduk itu segera atau mengancam akan segera dibongkar oleh aparat.

Namun, anggota komite dari ANBTI Hendrik Dikson Sirait membantah. "Ini bukan wilayah Pemprov dan kami tidak beurusan dengan Peraturan Daerah. Tapi aksi ini wewenang kepolisian," ujarnya.

Tapi Sofyan Hasan berkeras. Sementara Sonar Sinurat mengatakan ia hanya menjalankan perintah pimpinan, yakni Kepala Sudin Tramtib DKI Subandi. Maka, Kordinator Komite Edy Haryadi, menghubungi Subandi di nomer telepon genggamnya.

Sempat terjadi adu argumen apakah ini wilayah Pemprov DKI atau Kepolisian. Menurut pengakuan Subandi, ia mendapat permintaan dari pimpinan Kompas agar Tramtib menertibkan aksi spanduk tersebut. Alasannya pimpinan Kompas keberatan dengan aksi spanduk itu.

"Lho, kalau keberatan, bukankah pimpinan Kompas seharusnya melapor ke polisi sehingga polisi yang menertibkan kami, dan bukannya malah meminta ke Tramtib," tanya Edy.

Mendengar hal itu, Subandi lalu berkata, "Kami juga sudah bilang seperti itu pada Kompas," ujarnya.

Subandi pun mengendur. Apalagi setelah diyakinkan bahwa memang Komite berencana akan menurunkan pada jam 17.00 WIB.

Akhirnya, puluhan Tramtib dan pimpinannya bersedia kembali ke kendaraaan di seberang rel. Setelah memastikan mereka pergi, anggota Komite masih menunggu 10 menit sampai jarum jam menunjuk pukul 17.00 WIB, sebelum menggulung spanduk sesuai rencana.

Meski demikian Hendrik Dikson Sirait menegaskan aksi spanduk itu akan berjalan lagi Kamis (18/1/2007) besok. "Ini hak kami sebagai warga negara untuk menggelar unjuk rasa. Kalau Kompas keberatan silahkan lapor ke polisi. Bukan dengan cara menggerakkan Tramtib untuk melindas aksi kami," tegasnya.

Apalagi belakangan setelah dicek, Subandi bukan Kepala Sudin Pemrov DKI. Tetapi dia adalah Kepala Suku Dinas Tramtib dan Linmas Walikota Jakarta Pusat. Walikota Jakarta Pusat sendiri sekarang dijabat Muhayat yang dulu menjabat sebagai Kepala Humas Pemprov DKI. (ud/E5)

Labels: ,

posted by KOMPAS @ 4:37 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Previous Post
Archives
Powered by

Hit Counter
Hit Counter

Free Blogger Templates
BLOGGER

http://rpc.technorati.com/rpc/ping <